Jumat, 04 Januari 2013

Bentuk-Bentuk Psikologi Siswa Dalam Belajar



BENTUK-BENTUK GEJALA PSIKOLGI SISWA
     DALAM BELAJAR


A.  Gejala Psikologi

Setiap orang mempunyai sisi psikologis dimana sisi ini berdampak pada hal-hal tindakannya. Atau bisa disebut gejala jiwa.  Dalam pendidikan pun gejala jiwa manusia yang mendasar banyak muncul. Gejala jiwa tersebut akan mempengaruhi berbagai perilaku  manusia, baik perilaku pendidik maupun perilaku peserta didik atau siswa. Dalam tulisan ini akan dibahas bagaimana gejala jiwa tersebut mempengaruhi kemampuan belajar siswa.
Gejala jiwa yang ada pada diri manusia sangat mempengaruhi perilakunya. Tidak terlepas dalam dunia pendidikan yaitu pada pendidik maupun peserta didik (dalam tulisan ini hanya membahas peserta didik).
Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa, Gejala Psikologi yaitu proses perubahan perilaku manusia dalam kehidupannya.

B.  Bentuk-bentuk Gejala Psikologi Siswa Dalam Belajar
Dalam psikologi terdapat berbagai gejala-gejala yang berhubungan dengan kegiatan belajar siswa, diantaranya:
1.   Pengindraan/sensasi dan persepsi
      a.   Pengindraan                   
          Kemampuan otak untuk menerjemahkan stimulus seorang anak satu sama lain berbeda-beda, tidak semua stimulus dapat diindra. Begitu pelajaran yang disampaikan guru tidak semua bisa ditangkap oleh siswa, persepsi pun akan berlainan. Hal ini juga mempengaruhi kemampuan belajar.

Definisi penginderaan (sensation) menurut Wundt adalah penangkapan terhadap rangsang-rangsang dari luar dan dapat dianalisa sampai elemen-elemen yang terkecil. Penginderaan meliputi :

      1).  Penglihatan
                  Alat penglihatan utama adalah mata. Rangsang berupa gelombang cahaya masuk ke dalam bola mata melalui bagian-bagian mata. Prosesnya cahaya masuk ke retina diteruskan berupa impuls menuju ke syaraf (otak) sehingga  objek dapat terlihat.
      2).  Pendengaran
                  Alat pendengaran utama adalah telinga. Rangsang berupa gelombang suara masuk ke dalam telinga melalui bagian-bagian alat pendengaran.Gelombang suara merambat melalui 3 media, yaitu udara, benda padat/tulang, cairan/endolymphe
Bila seseorang tidak dapat mendengar, maka ada kemungkinan kerusakan pada pusat pendengaran yang menyebabkan gangguan fungsi intelek atau pada salah satu alat tempat berjalannya/penerus rangsang (conductive deafness) yang tidak ada hubungannya dengan fungsi intelek.
3).  Pengecap
            Alat pengecap utama adalah lidah. Rangsang berupa larutan cairan melalui lidah (lingua) dan rongga mulut (cavumroris). Prosesnya adalah larutan/cairan diterima lidah masuk ke rongga mulut diteruskan nervus ke-9 menuju gyrus centralis posterior (pusat sensibilitas di kulit otak). Reseptor pada lidah ada 4 jenis penerima rangsang, yaitu : rasa manis, pahit, asin dan asam.
      4).  Pembau
                  Alat pembau utama adalah hidung.  Rangsang berupa hawa/udara/bau melalui udara menuju ke reseptor yang ada di rongga hidung (cavum nasalis). Prosesnya adalah bau diterima oleh rongga hidung diteruskan oleh nervus ke-1 (saraf pembau) menuju gyrus centralis posterior (pusat sensibilitas di kulit otak).
5).  Perabaan
            Alat perabaan utama adalah kulit. Rangsang yang diterima tubuh manusia dapat berupa rangsang : mekanis, thermis, chemis, elektris, suara, cahaya. Perabaan adalah ransang mekanis ringan pada bagian permukaan tubuh, khususnya yang tidak berambut seperti telapak kaki, bibir,dll. Reseptornya adalah corpuscula meissner dan corpuscula pacini.
b.      Persepsi
      Persepsi adalah sebuah proses saat ataupun kimiawi yang mengenai alat indra. individu mengatur dan menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka. Perilaku individu seringkali didasarkan pada persepsi mereka tentang kenyataan, bukan pada kenyataan itu sendiri.
Contoh persepsi misalnya meja yang terasa kasar, yang berarti sebuah sensasi dari rabaan terhadap meja.
2.   Memori, ingatan, dan lupa
            Setiap hari kita memilki banyak aktivitas, berbagai informasi kita peroleh setiap harinya. Untuk memunculkan kembali informasi-informasi tersebut terkait dengan kerja memori atau otak. Dalam kenyataan, kemampuan otak manusia berbeda-beda. Siswapun seperti itu. Kemampuan otak untuk memasukkan, menyimpan,  memunculkan kembali informasi yang didapatkan (pelajaran misalnya) mempengaruhi kemampuan belajar si anak tersebut.
   a.      Memori
            Memori merupakan simpanan informasi - informasi yang diperoleh dan diserap dari lingkungan yang kemudian diolah sesuai dengan individu yang bersangkutan. Memory juga merupakan suatu proses biologi, yakni informasi diberi kode dan dipanggil kembali. Pada dasarnya juga memory adalah sesuatu yang membentuk jati diri manusia dan membedakan manusia dari mahluk hidup lainnya. Memory memberi manusia kemampuan mengingat masa lalu, dan perkiraan pada masa depan. Memory merupakan kumpulan reaksi elektrokimia yang rumit yang diaktifkan melalui beragam saluran indrawi dan disimpan dalam jaringan syaraf yang sangat rumit dan unik di seluruh bagian otak. Memory yang sifatnya dinamis ini terus berubah dan berkembang sejalan dengan bertambahnya informasi yang disimpan. Secara umum usaha-usaha untuk meningkatkan kemampuan memori harus memenuhi tiga ketentuan sebagai berikut:
1).  Proses memori bukanlah suatu usaha yang mudah. Mekanisme dalam proses mengingat sangat membantu organisme dalam menghadapi berbagai persoalan sehari-hari. Seseorang dikatakan “belajar dari pengalaman” karena ia mampu menggunakan berbagai informasi yang telah diterimanya di masa lalu untuk memecahkan berbagai persoalan yang dihadapinya saat ini.
2).  Bahan-bahan yang akan diingat harus berhubungan. Memori sangat dibantu bila informasi yang dipelajari mempunyai kaitan dengan hal-hasl yang sudah dikenal sebelumnya. Konteks dapat berupa peristiwa, tempat, nama sesuatu, perasaan tertentu dan lain-lain. Konteks ini memberikan retrievel cues atau karena itu mempermudah recognition.
3).  Proses memori memerlukan organisasi. Salah satu pengorganisasian informasi yang sangat dikenal adalah memori. Informasi diorganisasi sedemikian rupa (dihubungkan dengan hal-hal yang sudah dikenal) sehingga informasi yang kompleks mudah untuk diingat kembali.

            b.   Ingatan
            Secara sederhana, Irwanto (1999) mendefinisikan ingatan sebagai kemampuan untuk menyimpan informasi sehingga dapat digunakan lagi di masa yang akan datang. Galotti (2004) mendefinisikan memori sebagai suatu proses kognitif yang terdiri atas serangkaian proses, yakni : penyimpanan (storage), retensi, dan  pengumpulan informasi (information gathering).
c.   Lupa
            Lupa (forgetting) ialah hilangnya kemampuan untuk menyebut atau memproduksi kembali apa-apa yang sebelumnya telah kita pelajari. Gulo (1982) dan Reber (1988) mendefinisikan lupa sebagai ketidakmampuan mengenal atau mengingat sesuatu yang pernah dipelajari atau dialami. Jadi lupa bukanlah peristiwa hilangnya item informasi dan pengetahuan dari akal kita.
Faktor-faktor Penyebab Lupa :
a.   Lupa dapat terjadi karena gangguan konflik antara item-item informasi atau materi yang ada dalam sistem memori.
b.   Lupa dapat terjadi pada karena adanya tekanan terhadap item yang telah ada, baik sengaja ataupun tidak. Penekanan ini dapat terjadi karena item informasi yang berupa pengetahuan tanggapan atau kesan dan sebagainya yang diterima siswa kurang menyenangkan, sehingga ia dengan sengaja menekannya sehingga ke alam ketidaksadaran.
c.   Lupa dapat terjadi karena perubahan situasi lingkungan antara waktu belajar dengan waktu mengingat kembali (Andreson 1990).
     Contoh lupa ini sering terjadi pada siswa (kita) yang menerapkan metode belajar SKS (Sistem Kebut Semalam) :DKita belajar ngebut malam ini, memasukkan semua pelajaran dalam sekali kunyah kedalam otak. Nah, ketika tes keesokan harinya, apa yang telah diingat dan pelajari (walaupun pelajaran minggu lalu) bisa hilang, diakibatkan dari apa yang telah kita pelajari semalam.
d.   Lupa dapat terjadi karena perubahan sikap dan minat terhadap proses dan situasi belajar tertentu..
e.   Lupa dapat terjadi karena materi pelajaran yang telah dikuasai tidak pernah digunakan atau dihafalkan (Hilgard & Bower 1975)
f.    Lupa dapat tejadi karena perubahan urat syaraf otak.

3.   Berfikir
                  Pemecahan masalah merupakan  bagian dari proses berpikir. Sering dianggap merupakan proses paling kompleks di antara semua fungsi kecerdasan, pemecahan masalah telah didefinisikan sebagai proses kognitif tingkat tinggi yang memerlukan modulasi dan kontrol lebih dari keterampilan-keterampilan rutin atau dasar. Proses ini terjadi jika suatu organisme atau sistem kecerdasan buatan tidak mengetahui bagaimana untuk bergerak dari suatu kondisi awal menuju kondisi yang dituju. Berfikir kreatif sangat berperan dalam pemecahan masalah. [5]Menurut Graham Wallas (dalam Morgan, at al. 1989), proses berfikir kreatif meliputi lima tahap, yaitu Persiapan (Preparation), Inkubasi (Incubation), Iluminasi (Ilumation), Evaluasi (Evaluation), Revisi (Revision). 4.         Intelegensi
            Setelah kita membahas tentang berpikir, maka kaitan dengan masalah berpikir adalah inteligensi. Secara umum inteligensi adalah kesanggupan untuk berpikir. Ada beberapa pendapat tentang pengertian inteligensi.
a.   William Stern mengatakan, bahwa inteligensi adalah kesanggupan jiwa untuk dapat menyesuaikan diri dengan situasi-situasi baru.
b.      V. Hees, bahwa inteligensi adalah sifat kcerdasan jiwa.
c.       Terman mengatakan, inteligensi adalah kesanggupan untuk belajar secara abstrak.
d.      Binet mengatakan bahwa  inteligensi meliputi pengertian penemuan sesuatu yang baru, ketetapan hati dan pengertian diri sendiri.
e.       Staedworth mengatakan inteligensi ada 3 aspek yaitu pengenalan sesuatu yang penting, penyusunan diri dengan situasi baru dan ingatan.
f.       Wittherington mengatakan, inteligensi adalah suatu konsep, suatu pengertian.
g.      Menurut David Wechsler, inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif.
Dari berbagai definisi intelegensi yang dikemukakan oleh ahli-ahli yang berbeda-beda, para ahli sepakat memandang intelegensi sebagai kemampuan berfiki seseorang. Yaitu dalam menyesuaikan diri, belajar, atau berpikir abstrak. Intelegensi juga mempengeruhi kemampuan belajar seseorang.
Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu.
5.   Emosi
                  Istilah emosi menurut Daniel Goleman (1995), seorang pakar kecerdasan emosional, yang diambil dari Oxford English Dictionary memaknai emosi sebagai setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu, setiap keadaan mental yang hebat dan meluap-luap. Atau dapat kita pahami bahwa emosi itu merupakan suatu gejolak atau rasa yang terjadi dalam hati/perasaan yang terjadi karena ada suatu rangsangan yang diberikan pada saat kita dalam keadaan mental yang hebat

.     Motivasi
            Motivasi adalah keadaan dalam diri subjek didik yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu. Motivasi boleh jadi timbul dari rangsangan luar, seperti pemberian hadiah bila seseorang dapat menyelesaikan satu tugas dengan baik. Motivasi semacam ini sering disebut motivasi ekstrensik. Tetapi tidak jarang pula motivasi tumbuh di dalam diri subjek didik sendiri yang disebut motivasi intrinsik. Misalnya, seorang subjek didik gemar membaca karena dia memang ingin mengetahui lebih dalam tentang sesuatu.
            Menurut Baron (1992), Motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah, dan kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah, dan bertahan lama.  Kekuatan yang memberikan energi dan mengarahkan perilaku untuk mencapai tujuan. Keadaan internal yang mendorong, mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Berikut adalah pengertian motivasi dari berbagai perspektif dalam psikologi.
            Dalam konteks belajar, motivasi intrinsik tentu selalu lebih baik, dan biasanya berjangka panjang. Tetapi dalam keadaan motivasi intrinsik tidak cukup potensial pada subjek didik, pendidik perlu menyiasati hadirnya motivasi-motivasi ekstrinsik. Motivasi ini, umpamanya, bisa dihadirkan melalui penciptaan suasana kompetitif di antara individu maupun kelompok subjek didik. Suasana ini akan mendorong subjek didik untuk berjuang atau berlomba melebihi yang lain.Namun demikian, pendidik harus memonitor suasana ini secara ketat agar tidak mengarah kepada hal-hal yang negatif.
            Motivasi ekstrinsik bisa juga dihadirkan melalui siasat “self competition”, yakni menghadirkan grafik prestasi individual subjek didik. Melalui grafik ini, setiap subjek didik dapat melihat kemajuan-kemajuannya sendiri. Dan sekaligus membandingkannya dengan kemajuan yang dicapai teman-temannya.Dengan melihat grafik ini, subjek didik akan terdorong untuk meningkatkan prestasinya supaya tidak berada di bawah prestasi orang lain.
      Jenis-jenis Motivasi
a.       Motivasi Intrinsik
            Motivasi intrinsik adalah motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi sesuatu itu sendiri (tujuan itu sendiri), motivasi yang didasarkan pada sebuah ‘nilai’ dari kegiatan yang dilakukan tanpa melihat penghargaan dari luar. Misalnya: Murid mungkin belajar menghadapi ujian karena dia senang pada mata pelajaran yang diujikan itu sendiri. Ada 2 jenis motivasi intrinsik:
1).  Determinasi diri
            Dalam pandangan ini, murid ingin percaya bahwa mereka melakukan sesuatu karena kemauan sendiri, bukan karena kesuksesan atau imbalan eksternal. Disini, motivasi internal dan minat intrinsik dalam tugas sekolah naik apabila murid punya pilihan dan peluang untuk mengambil tanggung jawab personal atas pembelajaran mereka.         
2).  Pilihan personal
            Pengalaman optimal ini berupa perasaan senang dan bahagia yang besar. Pengalaman optimal ini kebanyakan terjadi ketika orang merasa mampu menguasai dan berkonsentrasi penuh saat melakukan suatu aktivitas. Pengalaman optimal ini terjadi ketika individu terlibat dalam tantangan yang mereka anggap tidak terlalu sulit tetapi juga tidak terlalu mudah.
b.      Motivasi Ekstrinsik
            Motivasi ekstrinsik adalah melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain (cara untuk mencapai tujuan). Motivasi entrinsik ini sering dipengaruhi oleh insentif eksternal seperti imbalan (reward) dan hukuman. Imbalan eksternal dapat berguna untuk mengubah perilaku. Fungsi imbalan adalah sebagai insentif agar mau mengerjakan tugas, di mana tujuannya adalah mengontrol perilaku murid. Contohnya : guru memberi reward permen kalau murid bisa menjawab pertanyaan dengan baik. Tetapi tentu kita juga menginginkan motivasi siswa adalah motivasi yang memang berasal dari dirinya sendiri (intrinsik), hal ini bisa dilakukan dengan cara memberikan hadiah yang mengandung informasi tentang kemampuan murid sehingga motivasi instrinsik dapat meningkat, kenapa? Karena dengan memberikan pujian dapat juga meningkatkan perasaan bahwa diri mereka kompeten.


PERBEDAAN INDIVIDU SISWA
DALAM BELAJAR DAN MENGINGAT
A.     Perbedaan individu
1. Pengertian
Pada dasarnya tiap individu merupakan satu kesatuan, yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Perbedaan itu dapat dilihat dari dua segi, yakni horizontal dan vertical. Perbedaan segi horizontal adalah perbedaan individu dalam aspek mental, seperti tingkat kesadaran, bakat, minat, ingatan, emosi, dan sebagainya. Perbedaan vertikal adalah perbedaan individu dalam aspek jasmaniah, seperti: bentuk, tinggi dan besarnya badan, tenaga, dan sebagainya. Masing-masing aspek individu tersebut besar pengaruhnya terhadap kegiatan dan keberhasilan belajar.
Perbedaan individual disebabkan oleh dua faktor, ialah faktor keturunan atau bawaan kelahiran, dan faktor pengaruh lingkungan. Kedua faktor ini memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan siswa/peserta didik. Mungkin salah satu factor ada yang lebih dominan, namun tetap kedua faktor tersebut masing-masing berpengaruh, dan pada gilirannya ternyata tidak ada dua individu yang sama.
2. Jenis-jenis Perbedaan individual
Perbedaan individual menyangkut dengan berbagai aspek yang masing-masing memilki ciri-ciri tertentu;
a.       Kecerdasan, siswa yang kurang cerdas menunjukkan ciri-ciri belajar lebih lamban, memerlukan banyak latihan, membutuhkan waktu yang lebih lama untuk maju, tidak mampu melakukan abstraksi. Siswa yang memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi pada umumnya memilki perhatian yang lebih baik, belajar lebih cepat, kurang memerlukan latihan, mampu menyelesaikan pekerjaannya dalam waktu yang singkat, mampu menarik kesimpulan dan melakukan abstraksi;
b.      Bakat (aptitude), bakat mempengaruhi perkembangan individu. Untuk mengetahui bakat itu perlu diadakan tes bakat (aptitude test) pada waktu mereka mulai bersekolah. Bakat turut menentukan perbedaan hasil belajar, sikap, minat, dan lain-lain;
c.       Keadaan Jasmani, keadaan jasmani tiap siswa berbeda-beda. Perbedaan itu terdapat pada struktur badan (tinggi, berat, dan koordinasi anggota badan), cacat badan (gangguan pada penglihatan, sakit menahun, mudah pusing kepala, dan lain-lain), gangguan penyakit tertentu. Hal-hal tersebut dapat mempengaruhi efisiensi dan kegairahan belajar, mudah lelah, kurang berminat melakukan berbagai kegiatan, dan akan mempengaruhi hasil belajar;
d.      Penyesuaian Sosial dan Emosional, keadaan sosial dan emosi individu berbeda antara satu dengan yang lainnya. Berbagai sikap sosial dan emosional, adalah pendiam, pemberang, pemalu, pemberani, mudah bereaksi, senang bekerjasama, suka mengasingkan diri, mudah terpengaruh, sensitif, sedang menggatungkan diri kepada orang lain. Tingkah laku sosial dan emosional ini dapat berubah sesuai dengan kondisi dan situasi sekitarnya. Keadaan ini besar pengaruhnya terhadap kegiatan dan keberhasilan belajar siswa;
e.       Keadaan Keluarga, keadaan keluarga besar pengaruhnya terhadap individu, dan oleh karenanya terjadi perbedaan individual yang dilaterbelakangi perbedaan keadaan keluarga. Pengaruhnya terjadi pada perbedaan dalam hal-hal pengalaman sikap, apresiasi, minat, sikap ekonomis, cara berkomunikasi, kebiasaan berbicara, hubungan kerjasama, pola pikir, dan lain-lain. Perbedaan dalam hal-hal tersebut mempengaruhi tingkah laku dan perubahan belajar sekolah;
f.       Prestasi Belajar, perbedaan hasil belajar di kalangan para siswa disebabkan oleh faktor-faktor kematangan, latar belakang pribadi, sikap dan bakat terhadap pelajaran, jenis mata ajaran yang diberikan, dan sebagainya.
B. Pengaruh Faktor  Perbedaan Individu
Perbedaan-perbedaan  ini di pengaruhi oleh banyak faktor. Dalam uraian berikut ini akan di bahas perbedaan individu berdasarkan pengaruh faktor keturunan (Heriditer) /faktor bawaan, faktor lingkungan dan faktor-faktor campuran. Adapun faktor-faktornya yaitu sebagai berikut :
1. Pengaruh Faktor Keturunan (Heriditer)
Menurut para ahli Biologi bahwa terjadinya individu adalah akibat bertemunya sel jantan dan betina. Pada setiap spesies (jenis makhluk) jumlah dan bentuk chromosomenya selalu sama dan bila speciesnya berbeda, akan berbeda pula jumlah dan bentuk chromosomenya. Gene yang berasal dari sel jantan saling berpasanagn dengan gene yang berasal dari gene betina dengan cara yang berbeda beda. Cara yang berbeda beda inilah yang menyebabkan perbedaan sifat individu. Dan perbedaan sifat individu inilah yang menjadi penyebab terjadinya perbedaan individu berdasarkan faktor keturunan.
2. Pengaruh Faktor Lingkungan (Melieu)
            Lingkungan dalam arti luas, meliputi lingkungan statis dan lingkungan yang bergerak/dinamis. Keadaan tempat dan alam lebih banyak bersifat statis sedangkan lingkungan sosial bersifat dinamis. Lingkungan statis membawa pengaruh  pada individu yang berbeda di lingkungan tersebut. Demikian pula lingkungan dinamis (pengaruh lingkungan sosial/manusia) juga berpengaruh terhadap orang-orang yang tinggal di lingkungan tersebut. Hal-hal semacam itu akan membuat perbedaan sifat di antara mereka.
3.  Pengaruh Faktor Campuran
Dari uraian di atas, baik uraian pertama (mengenai pngaruh faktor keturunan) maupun uraian kedua (pengaruh faktor lingkungan), ternyata bahwa baik keturunan maupun faktor lingkungan berpengaruh terhadap individu yang bersangkutan.
C. Beberapa perbedaan individu dalam kemampuan belajar dan mengingat
Dari sebagian besar perbedaan karakteristik kemampuan siswa dalam belajar dan mengingat, kami hanya akan membahas empat masalah kognitif penting yang mempengaruhi kemampuan belajar dan mengingat. Pertama, karena pemikiran populer mengenai hubungan IQ dan kemampuan belajar maka kita perlu memperhatikan pemikiran mengenai intelijensi. Selain itu juga dibahas style kognitif, strategi pembelajaran dan kemampuan mengingat.
1. Kemampuan (Intelijensi)
Uji perbedaan individu memungkinkan perhatian publik pada pengukuran kemampuan seseorang yang tentunya menghasilkan skor nilai IQ. Pada tahun 1920-an, pengujian ini sangat berguna sekali dilakukan. Banyak pendukung gerakan ini di Amerika yang kemudian dirasa bahwa seseorang yang memiliki IQ sedang hingga tinggi yang hanya dibolehkan untuk lebih produktif dibanding mereka yang memiliki keterbelakangan mental dan kelompok keterbelakangan mental ini biasanya dihindari.
2. Cognitive Styles
Teori yang berhubungan erat kepada permasalahan dalam keserasian untuk belajar adalah tipe kognitif. Keserasian perorangan mungkin dipandang sebagai suatu tingkatan dari capaian intelektual, sedangkan tipe kognitif mengacu pada cara capaian atau bagaimana sesuatu menyelesaikan tugas-tugas intelektual. Sebagai contoh, individu berbeda pilihan atau kemampuan untuk belajar dari suatu cara yang dilakukan berhubungan dengan perasaan spesifik. Sebagian orang merasa paling baik belajar dari material tertulis, sedang sebagian orang yang lain merasa lebih efisien belajar dari pengolahan indera pendengar dengan isi yang sama melalui ceramah / kuliah atau siaran ulang tv dari video.
Perbedaan individu sepanjang dimensi ini ditaksir oleh suatu persepsi tugas yang mempertemukan test figur umum yang harus memilih enam pekerjaan yang sangat serupa yang mana persisnya seperti suatu figur target. Hanya satu menit dalam mencari jawaban yang benar dan salah. Ukuran waktu tanggapan untuk masing-masing individu diambil seperti halnya score ketelitian. Orang yang lebih lambat dibanding rata-rata dan siapa yang membuat lebih sedikit kesalahan dibanding rata-rata Walaupun penggolongan ini meliputi kebanyakan pengambil test, tetapi tidak meliputi semua. Beberapa individu membuat banyak kesalahan sungguhpun mereka pelan-pelan, sedang individu lain bisa bekerja dengan cukup cepat tanpa membuat banyak kesalahan.
3. Gaya Belajar
Strategi Belajar sebagai tambahan terhadap perbedaan di dalam karakteristik global yang mempengaruhi pelajaran, suatu faktor penentu penting dari suatu capaian individu pada tugas yang diberikan adalah strategi spesifik yang diambil untuk tugas itu. Strategi berbeda telah secara ekstensif menyelidiki dalam berbagai pelajaran dan memori tugas
4. Memory Ability
Perbedaan kesanggupan ingatan individu tidak hanya di dalam kemampuan mereka untuk memperoleh informasi, tetapi juga di dalam kemampuan mereka untuk mempertahankan informasi apapun yang mereka peroleh. Beberapa tahun terakhir, psikolog berbeda mengukur kecerdasan. Beberapa yang paling menarik untuk pekerjaan ini telah dilaksanakan oleh suatu regu peneliti dipimpin oleh Earl Hunt, seorang psikolog dan Clifford Lunneborg seorang psychometrician. Pendekatan dasar yang diambil oleh Earl Hunt dan Lunneborg telah menguji para siswa perguruan tinggi berbagai tugas memori. Para mahasiswa terpilih untuk masuk di dalam studi pada dasar score ekstrim mereka pada tes kecerdasan. Mereka membatasi para mahasiswa peringkat puncak yang keempat atau keempat terakhir di kelas mereka di dalam gabungan kedua-duanya yang lisan dan gabungan yang kwantitatif pada suatu pengujian pintu masuk. Penelitian Earl Hunt dan Lunneborg's mengungkapkan dua penemuan basis dasar,: satu mengenai implikasi perbedaan di dalam kemampuan lisan dan lain mengenai implikasi variasi yang berbeda di dalam kemampuan kwantitatif. Pada dasarnya, pembedaan sepertinya di dalam fungsi jenis memori pada kemampuan yang berhubungan
BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
1.      Pengertian Belajar
Menurut buku Belajar dan Pembelajaran, “belajar adalah interaksi antara individu (jasmani dan rohani) dengan dunia luar (alam sosial, budaya spiritual) sehingga menghasilkan perubahan tingkah laku yang semakin matang.”
Menurut Witherington dalam buku Educational Psychology mengemukakan, “belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru daripada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian.”
Ada beberapa elemen yang penting yang mencirikan pengertian tentang belajar:
a.       Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku dimana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik.
b.      Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman, dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar seperti perubahan-perubahan yang terjadi pada diri seorang bayi.
c.       Tingkah laku yang mengalamiperubahan karena belajar menyangkut beberapa ospek kepribadian, baik fisik maupun psikis seperti: perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah atau berfikir, keterampilan, kecakapan, kebiasaan, ataupun sikap.
Good dan Brophy dalam bukunya Educational psychology: a realistic approach mengemukakan arti belajar dengan kata-kata singkat, yaitu learning is the development of new assosiations as a result of experience. Beranjak dari definisi yang dikemukakannya itu selanjutnya ia menjelaskan bahwa belajar itu ialah suatu proses yang benar-benar bersifat internal (a purely internal event). Belajar merupakan suatu proses yang tidak dapat dilihat dengan nyata, proses itu terjadi di dalam diri seseorang yang sedang mengalami belajar. Jadi yang dimaksud dengan belajar menurut Good dan Brophy bukan tingkah laku yang nampak, tetapi terutama adalah prosesnya yang terjadi secara internal di dalam individu dalam usahanya memperoleh hubungan-hubungan baru (new association).
2.       Pengertian Pembelajaran
Menurut buku Belajar dan Pembelajaran, “pembelajaran adalah penataan lingkungan belajar yang memungkinkan seseorang/sekelompok orang dapat belajar dengan baik dan bermakna. Atau proses membuat orang melakukan proses belajar sesuai dengan rancangan.”
Menurut Achjar Chalil, “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.”

3.      Ciri-ciri Perilaku Belajar

Setiap perilaku belajar selalu ditandai oleh ciri-ciri perubahan yang spesifik. Karakteristik perilaku belajar ini dalam beberapa pustaka rujukan, antara lain Psikologi Pendidikan Oleh Surya (1982), disebut juga sebagai prinsip-prinsip belajar. Diantara ciri-ciri perubahan khas yang menjadi karakteristik perilaku belajar yang terpenting adalah:

a.       Perubahan Itu Intensional
Perubahan yang terjadi dalam proses belajar ialah berkat pengalaman atau praktik yang dilakukan dengan sengaja dan disadari, atau dengan kata lain bukan kebetulan. Karakteristik ini mengandung konotasi bahwa siswa menyadari akan adanya perubahan yang dialami atau sekurang-kurangnya ia merasakan adanya perubahan dalam dirinya, seperti bertambahnya pengetahuan, kebiasaan, sikap dan pandangan terhadap sesuatu, keterampilan dan lainnya. Maka dari itu perubahan yang diakibatkan mabuk, gila, dan lelah tidak termasuk dalam karakteristik belajar, karena individu yang bersangkutan tidak menyadari keberadaannya.
           
b.      Perubahan Itu Positif dan Aktif
Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat positif dan aktif. Positif artinya baik, berguna, serta sesuai dengan harapan. Hal ini juga bermaknabahwa perubahan tersebut senantiasa merupakan penambahan, yakni diperolehnya sesuatu yang baru yang lebih baik daripada apa yang telah ada sebelumnya. Adapun perubahan aktif artinya tidak terjadi dengan sendirinya, seperti karena proses kematangan, akan tetapi karena proses itu sendiri.

c.       Perubahan Itu Efektif dan Fungsional
Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat efektif, yakni berguna. Yakni, perubahan tersebut membawa pengaruh, makna, manfaat tertentu bagi peserta didik. Selain itu, perubahan dalam proses belajar bersifat fungsional dalam arti bahwa ia relatif menetap dan setiap saat apabila dibutuhkan, perubahan tersebut dapat direproduksi dan dimanfaatkan. Perubahan fungsional dapat diharapkan memberi manfaat yang luas (misalnya ketika siswa menempuh ujian dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya).

4.      Faktor faktor yang mempengaruhi proses belajar

Secara umum factor-faktor yag mempengaruhi proses hasil belajar dibedakan atas dua kategori, yaitu factor internal dan factor eksternal . kedua factor tersebut saling memengaruhi dalam proses individu sehingga menentukan kualitas hasil belajar.
a.       Faktor internal
Faktor internal adalah factor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat memengaruhi hasil belajar individu. Factor-faktor internal ini meliputi factor fisiologis dan factor psikologiss.
1.      Faktor Fisiologis

Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. Faktor-faktor ini dibedakan menjadi dua macam:

Pertama, keadaan jasmani. Keadaan jasmani pada umumnya sangat memengaruhi aktivitas belajar seseorang. kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar individu. Sebaliknya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal. Oleh karena itu keadaan jasmani sangat memengaruhi proses belajar , maka perlu ada usaha untuk menjaga kesehatan jasmani.
  
Kedua, keadaan fungsi jasmani/fisiologis. Selama proses belajar berlangsung, peran fungsi fisiologis pada tubuh manusia sangat memengaruhi hasil belajar, terutama panca indra. Panca indra yang berfunsi dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar dengan baik pula. dalam proses belajar, merupakan pintu  masuk bagi segala informasi yang diterima dan ditangkap oleh manusia. Sehinga manusia dapat menangkap dunia luar. Panca indra yang memiliki peran besar dalam aktivitas belajar adalah mata dan telinga. Oleh karena itu, baik guru maupun siswa perlu menjaga panca indra dengan baik, baik secara preventif maupun secara yang bersifat kuratif. Dengan menyediakan sarana belajar yang memenuhi persyaratan, memeriksakan kesehatan fungsi mata dan telinga secara periodic, mengonsumsi makanan yang bergizi , dan lain sebagainya.

2.      Faktor Psikologis

Faktor–faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat memengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang utama memngaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motifasi , minat, sikap dan bakat.

-          kecerdasan /intelegensia siswa

Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemempuan psiko-fisik dalam mereaksikan rangsaganan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat. Dengan dmikian, kecerdasan bukan hanya berkaitan dengan kualitas otak saja, tetapi juga organ-organ tubuh lainnya. Namun bila dikaitkan dengan kecerdasan, tentunya otak merupakan organ yang penting dibandingkan organ yang lain, karena fungsi otak itu sebagai organ pengendali tertinggi (executive control) dari hampir seluruh aktivitas manusia.
Kecerdasan merupakan faktor psikologis yang paling penting dalam proses belajar siswa, karena itu menentukan kualitas belajar siswa. Semakin tinggi iteligensi seorang individu, semakin besar peluang individu tersebut meraih sukses dalam belajar. Sebaliknya, semakin rendah tingkat intelegensi individu, semakin sulit individu itu mencapai kesuksesan belajar. Oleh karena itu, perlu bimbingan belajar dari orang lain, seperti guru, orang tua, dan lain sebagainya. Sebagai factor psikologis yang penting dalam mencapai kesuksesan belajar, maka pengetahuan dan pemahaman tentang kecerdasan perlu dimiliki oleh setiap calon guru professional, sehingga mereka dapat memahami tingkat kecerdasannya.

-          Motivasi

Motivasi adalah salah satu faktor yang memengaruhi keefektifan kegiatan belajar siswa. Motivasilah yang mendorong siswa ingin melakukan kegiatan belajar. Para ahli psikologi mendefinisikan motivasi sebagai proses di dalam diri individu yang aktif, mendorong, memberikan arah, dan menjaga perilaku setiap saat (Slavin, 1994). Motivasi juga diartikan sebagai pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan keinginan terhadap intensitas dan arah perilaku seseorang.
Dari sudut sumbernya motivasi dibagi menjadi dua, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motaivasi intrinsik adalah semua faktor yang berasal dari dalam diri individu dan memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Seperti seorang siswa yang gemar membaca, maka ia tidak perlu disuruh-suruh untuk membaca, karena membaca tidak hanya menjadi aktifitas kesenangannya, tapi bisa jadi juga telah mejadi kebutuhannya. Dalam proses belajar, motivasi intrinsik memiliki pengaruh yang efektif, karena motivasi intrinsik relaatif lebih lama dan tidak tergantung pada motivasi dari luar(ekstrinsik).

Motivasi ekstrinsik adalah faktor yang datang dari luar diri individu tetapi memberi pengaruh terhadap kemauan untauk belajar. Seperti pujian, peraturan, tata tertib, teladan guru, orangtua, danlain sebagainya. Kurangnya respons dari lingkungansecara positif akan memengaruhi semangat belajar seseorang menjadi lemah. 

-          Minat

Secara sederhana,minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut Reber (Syah, 2003) minat bukanlah istilah yang popular dalam psikologi disebabkan ketergantungannya terhadap berbagai faktor internal lainnya, seperti pemusatan perhatian, keingintahuan, moativasi, dan kebutuhan.
Namun lepas dari kepopulerannya, minat sama halnya dengan kecerdasan dan motivasi, karena memberi pengaruh terhadap aktivitas belajar, ia akan tidak bersemangat atau bahkan tidak mau belajar. Oleh karena itu, dalam konteks belajar di kelas, seorang guru atau pendidik lainnya perlu membangkitkan minat siswa agar tertarik terhadap materi pelajaran yang akan dihadapainya atau dipelajaranya.
Untuk membagkitkan minat belajar tersebut, banyak cara yang bisa digunakan. Anatara lain, pertama, dengan mebuat materi yang akan dipelajarai semenarik mingkin dan tidak membosankan, baik dari bentuk buku materi, desai pembelajaran yang membebaskan siswa mengeksplor apa yang dipelajari, melibatkan seluruh domain belajar siswa (kognitif, afektif, psikomotorik) sehingga siswa menjadi aktif, maupun performansi guru yang menarik saat mengajar. Kedua, pemilihan jurusan atau bidang  studi. Dalam hal ini, alangkah baiknya jika jurusan atau bidang studi dipilih sendiri oleh siswa sesuai dengan minatnya.
  
-          Sikap

Dalam proses belajar, sikap individu dapat memengaruhi keberhasilan proses belajarnya. Sikap adalah gejala internal yang mendimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dangan cara yang relative tetap terhadap obyek, orang, peristiwa dan sebaginya, baik secara positif maupun negative (Syah, 2003).
Sikap siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak senang pada performan guru, pelajaran, atau lingkungan sekitarnya. Dan untuk mengantisipasi munculnya sikap yang negatif dalam belajar, guru sebaiknya berusaha untuk menjadi guru yang professional dan bertanggungjawab terhadap profesi yang dipilihnya. Dengan profesionalitas,seorang guru akan berusaha memberikan yang terbaik bagi siswanya; berusaha mengambangkan kepribadian sebagai seorang guru yang empatik, sabar, dan tulus kepada muridnya; berusaha untuk menyajikan pelajaranyang diampunya dengan baik dan menarik sehingga membuat siswa dapat mengikuti pelajaran dengan senang dan tidak menjemukan; meyakinkansiswa bahwa bidang studi yang dipelajara bermanfaat bagi ddiri siswa.

-          Bakat

Faktor psikologis lain yang memengaruhi proses belajar adalah bakat. Secara umum, bakat (aptitude) didefinisikan sebagai kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan dating (Syah, 2003). Berkaitan dengan belajar, Slavin (1994) mendefinisikan bakat sebagai kemampuan umum yang dimilki seorang siswa untauk belajar. Dengan demikian, bakat adalah kemampuan seseorang menjadi salah satukomponen yang diperlukan dalam proses belajar seseorang. Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga kemungkinan besar ia akan berhasil.
Pada dasarnya setiap orang mempunyai bakat atau potensi untuk mencapai prestasi belajar sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Karena itu, bakat juga diartikan sebagai kemampuan dasar individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa tergantung upaya pendidikan dan latihan. Individu yang telah mempunyai bakat tertentu, akan lebih mudah menyerap informasiyang berhungan dengan bakat yang dimilkinya. Misalnya, siswa yang berbakat dibidang bahasa akan lebih mudah mempelajari bahasa-bahasa yang lain selain bahasanya sendiri.
Karena belajar jug dipengaruhi oleh potensi yang dimilki setiap individu,maka para pendidik, orangtua, dan guru perlu memerhatikan dan memahami bakat yang dimilki oleh anaknya atau peserta didiknya, anatara lain dengan mendukung,ikut mengembangkan, dan tidak memaksa anak untuk memilih jurusan yang tidak sesuai dengan bakatnya.

b.      Factor-faktor eksogen/eksternal

Selain karakteristik siswa atau factor-faktor endogen, factor-faktor eksternal juga dapat memengaruhi proses belajar siswa.dalam hal ini, Syah (2003) menjelaskan bahwa faktaor-faktor eksternal yang memengaruhi balajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu factor lingkungan social dan factor lingkungan nonsosial.

1.      Lingkungan social

a)      Lingkungan social sekolah, seperti guru, administrasi, dan teman-teman sekelas dapat memengaruhi proses belajar seorang siswa. Hubungan harmonis antra ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baikdisekolah. Perilaku yang simpatik dan dapat menjadi teladan seorang guru atau administrasi dapat menjadi pendorong bagi siswa untuk belajar.
b)      Lingkungan social massyarakat. Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa akan memengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak pengangguran dan anak terlantar juga dapat memengaruhi aktivitas belajarsiswa, paling tidak siswa kesulitan ketika memerlukan teman belajar, diskusi, atau meminjam alat-alat belajar yang kebetulan belum dimilkinya.
c)      Lingkungan social keluarga. Lingkungan ini sangat memengaruhi kegiatan belajar. Ketegangan keluarga, sifat-sifat orangtua, demografi keluarga (letak rumah), pengelolaankeluarga, semuannya dapat memberi dampak terhadap aktivitas belajar siswa. Hubungan anatara anggota keluarga, orangtua, anak, kakak, atau adik yang harmonis akan membantu siswa melakukan aktivitas belajar dengan baik.

2.      Lingkungan non social.     

Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial adalah:

a)      Lingkungan alamiah, seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan tidak dingin, sinar yang tidak terlalu silau/kuat, atau tidak terlalu lemah/gelap, suasana yang sejuk dantenang. Lingkungan alamiah tersebut mmerupakan factor-faktor yang dapat memengaruhi aktivitas belajar siswa. Sebaliknya, bila kondisi lingkungan alam tidak mendukung, proses belajar siswa akan terlambat.
b)      Factor instrumental,yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua macam. Pertama, hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat belajar,fasilitas belajar, lapangan olah raga dan lain sebagainya. Kedua, software, seperti kurikulum sekolah, peraturan-peraturan sekolah, bukupanduan, silabi dan lain sebagainya.
c)      Factor materi pelajaran (yang diajarkan ke siswa). Factor ini hendaknya disesuaikan dengan usia perkembangan siswa begitu juga denganmetode mengajar guru, disesuaikandengan kondisi perkembangan siswa. Karena itu, agar guru dapat memberikan kontribusi yang postif terhadap aktivitas belajr siswa, maka guru harus menguasai materi pelajaran dan berbagai metode mengajar yang dapat diterapkan sesuai dengan konsdisi siswa.

TEORI – TEORI BELAJAR PSIKOLOGI BEHAVIORISTIK, KOGNITIF DAN HUMANISTIK
A.  TEORI – TEORI BELAJAR PSIKOLOGI BEHAVIORISTIK
Dikemukakan oleh psikolog behaviristik yang sering disebut “contempory behaviorists” atau “S-R psychologists” berpendapat, bahwa tingkah laku manusia itu dikendalikan oleh ganjaran (reword) atau penguatan (reinforcement) dari lingkungan. Dengan demikian, tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi – reaksi behavioral dengan stimulasinya.
1.    Teori Yang Mengawali Perkembangan Psikologi Behavioristik
Psikologi ini mulai mengalami perkembangan dengan lahirnya teori tentang belajar yang dipelopori oleh Thomdike, Paviov, Wabon, dan Ghuthrie. Teori belajar Thomdike (1874 – 1949) di AS yang disebut “connectionism” atau “trial-and-error” karena belajar merupakan proses pembentukan koneksi – koneksi antara stimulus dan respon. Ciri – ciri belajarnya antara lain :
a.    Ada motif pendorong aktivitas.
b.    Ada berbagai respon terhadap situasi.
c.    Ada eliminasi respon – respon yang gagal/ salah.
d.   Ada kemajuan reaksi – reaksi mencapai tujuan.
Dari penelitiannya Thomdike menemukan hukum – hukum :
1.    “Law of readiness” : Jika reaksi terhadap stimulus didukung oleh kesiapan untuk bertindak atau bereaksi itu, maka reaksi menjadi memuaskan.
2.    “Law of exercise” : makin banyak dipraktekkan atau digunakannya hubungan stimulus respon, makin kuat hubungan itu. Praktek perlu disertai dengan “reward”.
3.    “Law of effect” : bilamana terjadi hubungan antara stimulus dan repon dan dibarengi dengan “state of affairs” yang memuaskan, maka hubungan itu terjadi lebih kuat. bilamana terjadi hubungan dibarengi dengan “state of affairs” yang mengganggu, maka kekuatan hubungan menjadi berkuarang.
Sementara itu di Rusia Ivan Pavlov (1849 – 1936) juga menghasilkan teori belajar yang disebut “clasical conditioning” atau “stimulus substitution” berkembang dari percobaan laboratoris terhadap anjing yang diberi stimuli bersyarat sehingga terjadi reaksi bersyarat pada anjing.
John B. Watson (1878 – 1958) adalah orang AS yang mengembangkan teori belajar berdasarkan hasil penelitian Pavlov. Watson berpendapat, bahwa belajar merupakan proses terjadinya refleks – refleks dan reaksi – reaksi emosional berupa takut, cinta, dan marah. Semua tingkah laku lainnya terbentuk oleh hubungan – hubungan stimulus – respon baru melalui “conditioning”.
Operant conditioning adalah suatu situasi belajar dimana suatu respons dibuat lebih kuat akibat reinforcement.

2.        Skinner’s Operant Conditioning
Skinner’s juga menganggap “reward” atau “reinforcement” sebagai faktor terpenting dalam proses belajar. Ia berpendapat bahwa tujuan psikologi pendidikan adalah meramal dan mengontrol tingkah laku
Skinner’s membagi dua jenis respons dalam proses belajar, yakni :
1.    Respondents : respons yang terjadi karena stimuli khusus misal Pavlov
2.    Operants : respons yang terjadi karena situasi random.
Jenis – jenis stimuli :
1.    Positive reinforcement : penyajian stimuli yang meningkatkan probabilitas suatu respons.
2.    Negative reinforcement : pembatasan stimuli yang tidak menyenangkan
3.    Hukuman : pemberian stimulus yang tidak menyenangkan
4.    Primary reinforcement : stimuli pemenuhan kebutuhan – kebutuhan fisiologis
5.    Secondary or learned reinforcement
6.    Modivikasi tingkah laku guru : perlakuan guru terhadap murid – murid berdasarkan minat dan kesenangan mereka.
Ada 4 cara penjadwalan reinforcement menguraikan tentang kapan dan bagaimana sutau respons diperbuat?
1.    “Fixed – ratio schedule” : yang didasarkan pada penyajian bahan pelajaran, pemberi reinforcement baru memberikan penguatan respons setelah terjadi jumlah tertentu dari respons.
2.    “Variable ratio schedule” : yang didasarkan pada penyajian bahan pelajaran dengan penguat setelah sejumlah rata – rata respons.
3.    “Fixed – interval schedule” : yang didasarkan atas satuan waktu tetap diantara “reinforcement”
4.    “Variable interval schedule” : pemberian reinforcement menurut respons betul yang pertama setelah terjadi kesalahan – kesalahan respons.

B.  TEORI – TEORI BELAJAR PSIKOLOGI KOGNITIF
Para ahli jiwa aliran kognitif berpendapat, tingkah laku seseorang senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi  dimana tingkah laku itu terjadi tidak hanya dikontrol oleh reward dan reinforcement.
1.    Teori belajar cognitive field dari lewin
Kurt Lewin (1892 – 1947) mengembangkan suatu teori belajar cognitive field Lewin memandang masing – masing individu berada didalam suatu medan kekuatan, yang bersifat psikologis. Medan kekuatan psikologis dimana individu beraksi disebut life space yang mencakup perwujudan lingkungan dimana individu bereaksi.



2.    Teori belajar cognitive Develop mental dari Piaget
Piaget memandang bahwa proses belajar berfikir sebagai aktivitas gradual dari fungsi intelektual dari konkret menuju abstrak.
Piaget memakai istilah Scheme secara interchangeably dengan istilah struktur. Scheme adalah pola tingkah laku yang dapat diulang yang berhubungan dengan refleks – refleks pembawaan dan Scheme mental.

Menurut Piaget, intelegensi itu sendiri terdiri dari tiga aspek yaitu :
a.    Struktur disebut juga Scheme.
b.    Isi atau content yaitu pola tingkah laku spesifik tat kala individu menghadapi suatu masalah.
c.    Fungsi atau function yaitu yang berhubungan dengan cara seseorang mencapai kemajuan intelektual.
Piaget mengidentifikasi empat faktor yang mempengaruhi transisi tahap perkembangan anak yaitu :
1.    Kematangan
2.    Pengalaman fisik atau lingkungan
3.    Transmisi sosial
4.    Equalibrium atau self regultion.

3.    Jerome Bruner dengan discovely learning-nya
Yang menjaadi dasar ide Jerome Bruner ialah pendapat dari Piaget didalam belajar dikelas. Jerome Bruner memakai cara dengan discovery learning, dimana murid mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir. Prosedur ini berbeda dengan reseption learning atau expository teaching dimana guru menerangkan semua informasi dam murid harus mempelajari semua bahan atau informasi itu.
The act of discovery dari Bruner
1.    Adanya suatu kenikan didalam potensi intelektual.
2.    Ganjaran intrinsik lebih ditekankan daripada ekstrinsik.
3.    Murid yang mempelajari bagaimana menemukan berarti murid itu menguasai metode discovery learning.
4.    Murid labih senang mengingat – ingat informasi.

C.  TEORI BELAJAR DARI PSIKOLOGI HUMANISTIK
1.    Orientai
Perhatian psikologi Humanistik yang terutama tertuju pada masalah bagaimana tiap – tiap individu dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud – maksud pribadi yang mereka hubungkan kepada pengalaman – pengalaman merekan sendiri dan sesuai perasaan dan perhatian siswa. Tujuan utamanya adalah membantu siswa untuk mengembangkan dirinya sebagai manusia yang unik dan membantunya dalam mewujudkan potensi – potensi yang ada pada diri mereka (Hamachek, 1977, P.148)

2.    Awal timbulnya psikologi Humanistik
Pada akhir tahun 1940-an orang – orang yang terlibat dalam penerapan psikologilah yang berjasa dalam perkembangan ini. Misalnya : psikologi klinik, pekerja sosial dan konseler. Gerakan ini berkembang kemudian dikenal dengan sebagai psikologi Humanistik, eksestensial, perceptual, atau fenomenologikal. Psikologi ini berusaha untuk memahami perilakuseseorang dari sudut si pelaku     ( behaver) bukan dari pngamat (observer).

3.    Behaviorisme versus humanistik
Dalam menyoroti masalah perilaku, ahli – ahli Behaviorisme dan humanistik mempunyai pandangan yang sangat berbeda yang dikenal sebagi freedomdetermination issue. Para behaviorist memandang bahwa orang sebagai makhluk reaktif yang memberikan responsnya terhadap lingkungannya. Sebaliknya para Humanistik meemandang bahwa tiap orang itu menentukan perilaku merekan sendiri.


EVALUASI PENDIDIKAN
A.     Pengertian Evaluasi
            Evaluasi menurut bahasa berasal dari bahasa Inggris Evaluation yang berarti penilaian atau penafsiran. Menurut istilah evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan instrument dan hasil dibandingkan dengan tolak ukur untuk mencapai kesimpulan.
            Ada bebrapa istilah yang sering dugunakan untuk pengertian yang serupa dengan evaluasi yaitu pengukuran dan penilaian. Suharsini Arikunto membedakan 3 istilah tersebut, mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan suatu ukuran. pPengukuran bersifat kuantitatif. Menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap suatu dengan ukuran baik buruk. Sedangkan mengadakan evaluasi meliputi kedua langkah tersebut, yaitu mengukur dan menilai. Di dalam istilah aslinya, pengukuran adalah mensuremen, sedangkan menilai adalah evaluation. Dari kata evaluation inilah diperoleh dari kata Indonesia evaluasi yang berarti menilai (tetapi dilakukan dengan mengukur terlebih dahulu).
B.      Pengertian Evaluasi Pendidikan
            Evaluasi pendidikan adalah kegiatan evaluasi yang terjadi dalam kegiatan pendidikan. Chabib Thoha mengemukakan 3 alasan dalam dunia pendidikan diperlukannya evaluasi, yaitu :
1.      Adanya hubungan Interdependensi antara tujuan pendidikan, proses belajar mengajar dan prosedur evaluasi.
2.      Kegiatan mengevaluasi terhadap hasil belajar merupakan salah satu cirri dari pendidik professional.
3.      Kelembagaan, kegiatan pendidikan adalah kegiatan manajement yang meliputi planning, programming, organizing, actuating, controlling, dan evaluating.

C.      Fungsi Evaluasi Pendidikan

            Fungsi evaluasi secara umum meliputi :
a)      Fungsi administratif untuk penyusunan daftar nilai dan pengisian buku raport.
b)      Fungsi promosi untuk menetapkan kenaikan atau kelulusan
c)      Fungsi diagnostik untuk mengidentifikasi kesulitan belajar siswa dan merencanakan program remedial teaching (pengajaran perbaikan).
d)      Sumber data BP untuk memasukan data siswa tertentu yang memerlukan bimbingan dan penyuluhan (BP).
e)      Bahan pertimbangan pengembanga pada masa yang akan datang yang meliputi pengembangan kurikulum, metode dan alat-alat PBM.

Fungsi evaluasi pendidikan secara spesifik
1.      Bagi Guru
a)      Mengetahui kemajuan belajar peserta didik
b)      Mengetahui kedudukan individu dalam kelompoknya
c)      Mengetahui kelemahan-kelemahan dalam proses belajar mengajar
d)      Memperbaiki proses belajar mengajar
2.      Bagi Peserta Didik
a)      Mengetahui kemampuan dan hasil belajar
b)      Memperbaiki cara belajar
c)      Menumbuhkan motivasi dalam belajar
3.      Bagi Sekolah
a)      Mengukur mutu hasil pendidikan
b)      Mengetahui kemajuan dan kemunduran sekolah
c)      Membuat keputusan untuk peserta didik
d)      Mengadakan perbaikan kurikulum
4.      Bagi Orang Tua
a)      Mengetahui hasil belajar anaknya
b)      Meningkatkan pengawasan dan bimbingan serta bantuan kepada anak dalam belajar
c)      Mengarahkan jurusan atau sekolah lanjutan bagi anaknya
5.      Bagi Masyarakat dan Pemakai Jasa Pendidikan
a)      Mengetahui kemajuan sekolah
b)      Mengadakan kritik dan saran perbaikan kurikulum

D.     Tujuan Evaluasi

Tujuan evaluasi antara lain sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui tingkat kemajuan yang telah dicapai oleh siswa dalam suatu kurun waktu proses belajar tertentu.
Hal ini evaluasi guru dapat mengetahui kemajuan perubahan tingkah laku siswa sebagai hasil proses belajar dan mengajar yang melibatkan dirinya selaku pembimbing dan membantu kegiatan belajar siswanya.
2.      Untuk mengetahui posisi atau kedudukan seorang siswa dalam kelompok kelasnya.
Hasil evaluasi dapat dijadikan dalam kemampuan belajar siswanya yang dapat dikategorikan cepat, sedang atau lambat.
3.      Untuk mengetahui tingkat usaha siswa dalam belajar
4.      Untuk mengetahui sejauh mana siswa telah mendayagunakan kapasitas kognitifnya atau kemampuan kecerdasan yang dimilikinya untuk kemampuan belajar
5.      Untuk mengetahui tingkat daya guna dan hasil guna metode mengajar yang telah digunakan guru dalam proses belajar mengajar (PBM).

E.      Sifat Evaluasi

Sifat evakuasi antara lain sebagai berikut :
1.      Kuantitatif
Banyak gejala-gejala dalam pendidikan yang sifatnya abstrak dan kualitatif tetapi dalam evaluasi selalu diangkakan.
2.      Tidak Langsung
Dalam mengevaluasikan harus menggunakan alat dan melalui prosedur yang sistematis tidak secara langsung dan melihat gejala atau cirri-ciri yang nampak.
3.      Relatif atau Tidak Mutlak
Hasil penilaian setiap individu akan selalu berubah sesuai dengan dinamikanya.
4.      Setiap Penilaian Pasti Terjadi Kesalahan

F.       Prinsip-Prinsip Evaluasi
1.      Kontinyu
Penilaian harus dilakukan berulang kali dengan maksud agar memperoleh gambaran yang pasti tentang subyek yang dievaluasi.
Ø  Penilaian formatif
·         Penilaian yang dilakukan pada saat-saat proses kegiatannya masih sedang berlangsung
·         Dengan tujuan untuk mengetahui hambatan atau gagguan yang terjadi selama proses pembelajarannya.
Ø  Penilaian sumatif
·         Penilaian yang dilakukan pada pertengahan (sub-sumatif) dan atau akhirsuatu proses, dengan tujuan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran yang telah diberikan oleh guru.
·         Penilaian sumatif disebut juga penilaian hasil atau produk.
2.      Obyektif
Penilaian harus obyektif artinya hasil penilaian sesuai dengan kenyataan atau apa adanya. Jadi penilaian dikatakan obyaktif bila hasil penilaiannya haya ada satu interprestasi.
3.      Komperehensif
Penilaian dikatakan komperehensif bila penilaiannya mampu mengungkapkan keseluruhan aspek yang harus dinilai (aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotor)
4.      Untuk mengevaluasi harus menggunakan alat yang baik, yaitu :
·         Valid
·         Reliabel
·         Daya pembeda
·         Obyektif
·         Komprehensif
·         Terstandar
·         Praktis

G.     Tujuan Evaluasi
1.      Untuk mengetahui tingkat kemajuan yang telah dicapai oleh siswa dalam suatu kurun waktu proses belajar tertentu. Hal ini evaluasi guru dapat mrngrtahui kemajuan perubahan tingkah laku siswa sebagai hasil proses belajar dan mengajar yang melibatka dirinya selaku pembimbing dan pembantu kegiatan belajar siswanya.
2.      Untuk mengetahui posisi atau kedudukan seorang siswa dalam kelompok kelasnya. Hasil evaluasi dapat dijadikan acuan dalam kemampuan belajar siswanya yag dapat dikategorikan cepat, sedang atau lambat.
3.      Untuk mengetahui tingkat usaha yang dilakukan siswa dalam belajar.
4.      Untuk mengetahui sejauh mana siswa siswa telah mendayagunaka kapasitas kogntifnya (kemampuan kecerdasan yang dimiliki) untuk keperluan belajar.
5.      Untuk mengetahui tingkat daya guna dan hasil guna metode mengajar yang telah digunakan guru dalam proses belajar mengajar (PBM).

H.     Macam-Macam Taknik Evaluasi
Teknik evaluasi ada 2 macam meliputi :
1.      Teknik Non Tes
a.      Skala bertingkat
Skala ini menggambarkan suatu nilai yag berbentuk angka terhadap suatu hasil pertimbangan.
Contoh :    Skor atau nilai yang diberikan oleh guru di sekolah untuk menggambarkan tingkat prestasi belajar siswa. Skor missal skor 8 digambarkan di tempat yang lebih kanan dibandingkan penggambaran skor 5.
b.      Kuesioner ( Guestionaire)
Kuesioner (guestionaire) juga sering dikenal sebagai angket. Kuesioner adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan diukur (responden)
c.       Daftar Cocok (Check List)
Yang dimaksud daftar cocok adlah deretan pernyataan (yang biasanya singkat), dimana responden yang dievaluasikan tinggal mmbubuhkan tanda cocok () di tempat yang sudah disediakan.
d.      Wawancara (Interview)
Wawancara (interview) adalah suatu metode/cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari responden dengan jalan tanya jawab.
e.      Pengamatan (Observation)
Pengamatan/observasi (observation) adalah suatu teknikyang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara teliti serta pencatatan secara sistematik.
f.        Riwayat Hidup
Riwayat hidup adalah gambaran tentang keadaan seseorang selama dalam masa kehidupannya.
2.      Teknik Tes
Teknik tes dibedakan menjadi 2 yaitu :
a.      Tes Diagnostik
Seorang guru yang baik tentu akan merasa berharga apabila dapat membantu siswanya sehingga dapat mencapai kemajuan secara maximal sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Seperti halnya kerja seorang dokter, sebelum menentukan obat apa yang akan diberika kepada si pasien, dokter tersebut mengadakan pemeriksaan secara teliti dahulu, misalnya memeriksa denyut nadi, suara napas, reaksi lutut, urine dsb. Mengadakan pemeriksaan itu disebut mengadakan diagnosis, sedangkan mengadakan pengobatan disebut mengadakan terapi.
Demikian juga seorang guru terhadap siswa. Sebelum memberikan bantuan dengan tepat, guru harus mengadakan tes yang maksudnya mengadakan diagnosis.
b.      Tes Formatif
Dari kata Form yang mirip dasar dari istilah formatif maka evaluasi formatif dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah terbentuk setelah mengikuti suatu program.
c.       Tes Sumatif
Tes sumatif dilakukan setelah berakhirnya pemberian sekelompok program/sebuah program yang lebih besar. Dalam pengalaman di sekolah, tes formatif dapat disamakan dengan ulangan harian, sedangkan tes sumatif ini dapat disamakan dengan ulangan umum yang biasaya dilaksanakan pada tiap akhir caturwulan/ akhir semester.

I.        Macam-Macam Instrumen Evaluasi Pendidikan
Macam-macam instrumen evaluasi pendidikan dapat berupa :
1.      Perbuatan pendidik, mencakup nasihat, teladan, larangan, perintah, pujian, teguran, ancaman dan hukuman.
2.      Benda-benda sebagai alat bantu, seperti meja, kursi, papan tulis, pulpen, penghapus, spidol, buku, peta, dsb.




Diagnosis Kesulitan Belajar
PENGERTIAN DIAGNOSIS KESULITAN BELAJAR, PEMBELAJARAN REMEDIAL (REMEDIAL TEACHING), DAN PEMBELAJARAN PENGAYAAN
1.      Pengertian Diagnosis Kesulitan Belajar
Diagnosis merupakan istilah yang diadopsi dari bidang medis. Menurut Thorndike dan Hagen (Abin S.M., 2002 : 307), diagnosis dapat diartikan sebagai :
a.       Upaya atau proses menemukan kelemahan atau penyakit (weakness, disease) apa yang dialami seseorang dengan melalui pengujian dan studi yang seksama mengenai gejala-gejalanya (symtoms);
b.      Studi yang seksama terhadap fakta tentang suatu hal untuk menemukan karakteristik atau kesalahan-kesalahan dan sebagainya yang esensial;
c.       Keputusan yang dicapai setelah dilakukan suatu studi yang saksama atas gejala-gejala atau fakta-fakta tentang suatu hal.
Dari ketiga pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa di dalam konsep diagnosis, secara implisit telah tercakup pula konsep prognosisnya. Dengan demikian dalam proses diagnosis bukan hanya sekadar mengidentifikasi jenis dan karakteristiknya, serta latar belakang dari suatu kelemahan atau penyakit tertentu, melainkan juga mengimplikasikan suatu upaya untuk meramalkan kemungkinan dan menyarankan tindakan pemecahannya.
Menurut Burton, seorang siswa dapat juga diduga mengalami kesulitan belajar kalau yang bersangkutan menunjukan kegagalan tertentu dalam mencapai tujuan belajarnya. Kegagalan belajar ini, seperti siswa dalam batas tertentu tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau tingkat penguasaan minimal dalam pengajaran tertentu, siswa tidak dapat mencapai prestasi yang semenstinya sesuai dengan potensinya, siswa gagal kalau tidak dapat mewujudkan tugas –tugas perkembangannya, dan lain –lain.
Bila kegiatan diagnosis diarahkan pada masalah yang terjadi pada belajar, maka disebut sebagai diagnosis kesulitan belajar. Melalui diagnosis kesulitan belajar gejala-gejala yang menunjukkan adanya kesulitan dalam belajar diidentifikasi, dicari faktor-faktor yang menyebabkannya, dan diupayakan jalan keluar untuk memecahkan masalah tersebut.
2.      Pengertian Pembelajaran Remedial
Proses pembelajaran merupakan suatu aktifitas yang tidak hanya sekedar penyampaian informasi dari guru kepada siswa tetapi ada interaksi antara guru dengan siswa. Menurut Gagne, pembelajaran adalah usaha guru yang bertujuan untuk menolong siswa belajar, dimana pembelajaran merupakan seperangkat peristiwa yang mempengaruhi terjadinya belajar siswa. 
Dalam keseluruhan proses belajar mengajar, pembelajaran remedial memegang peranan penting, khususnya dalam rangka pencapaian hasil belajar yang optimal. Pembelajaran remedial merupakan suatu cara atau proses yang dilakukan siswa yang mengalami kesulitan, agar siswa tersebut bisa mencapai prestasi yang memadai.
Dilihat dari segi arti katanya remedial berarti bersifat menyembuhkan, membetulkan ataupun membuat menjadi baik. Hal tersebut senada dengan Abu Ahmadi yang mendefinisikan bahwa pengajaran remedial (remedial Teaching) adalah suatu bentuk pengajaran yang membuat menjadi baik.
Proses pengajaran ini bersifat lebih khusus karena disesuaikan dengan jenis dan sifat kesulitan belajar yang dihadapi siswa. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pembelajaran remedial merupakan rangkaian kegiatan lanjutan dari usaha diagnosis kesulitan belajar yang telah dilakukan. Proses bantuan ini lebih ditekankan pada usaha perbaikan, cara-cara belajar, cara mengajar, penyesuaian materi pelajaran, penyembuhan hambatan-hambatan yang dihadapi.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran remedial adalah suatu bentuk pembelajaran yang merupakan bantuan atau perbaikan seperti cara mengajar, media pelajaran, metode mengajar, materi pelajaran, lingkungan yang turut serta mempengaruhi proses belajar mengajar.
3.      Pengertian Pembelajaran Pengayaan
Secara umum pengayaan dapat diartikan sebagai pengalaman atau kegiatan peserta didik yang melampaui persyaratan minimal yang ditentukan oleh kurikulum dan tidak semua peserta didik dapat melakukannya.
Untuk memahami pengertian program pembelajaran pengayaan, terlebih dahulu perlu diperhatikan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang berlaku berdasar Permendiknas 22, 23, dan 24 Tahun 2006 pada dasarnya menganut sistem pembelajaran berbasis kompetensi, sistem pembelajaran tuntas, dan sistem pembelajaran yang memperhatikan dan melayani perbedaan individual peserta didik. Sistem dimaksud ditandai dengan dirumuskannya secara jelas standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang harus dikuasai peserta didik. Penguasaan SK dan KD setiap peserta didik diukur dengan menggunakan sistem penilaian acuan kriteria (PAK). Jika seorang peserta didik mencapai standar tertentu maka peserta didik tersebut dipandang telah mencapai ketuntasan.
Dalam pelaksanaan pembelajaran berbasis kompetensi dan pembelajaran tuntas, lazimnya guru mengadakan penilaian awal untuk mengetahui kemampuan peserta didik terhadap kompetensi atau materi yang akan dipelajari sebelum pembelajaran dimulai. Kemudian dilaksanakan pembelajaran dengan menggunakan berbagai strategi seperti ceramah, demonstrasi, pembelajaran kolaboratif/kooperatif, inkuiri, diskoveri, dsb. Melengkapi strategi pembelajaran digunakan juga berbagai media seperti media audio, video, dan audiovisual dalam berbagai format, mulai dari kaset audio, slide, video, komputer multimedia, dsb. Di tengah pelaksanaan pembelajaran atau pada saat kegiatan pembelajaran sedang berlangsung, diadakan penilaian proses dengan menggunakan berbagai teknik dan instrumen dengan tujuan untuk mengetahui kemajuan belajar serta seberapa jauh penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang telah atau sedang dipelajari. Penilaian proses juga digunakan untuk memperbaiki proses pembelajaran bila dijumpai hambatan-hambatan. Pada akhir program pembelajaran, diadakan penilaian yang lebih formal berupa ulangan harian. Ulangan harian dimaksudkan untuk menentukan tingkat pencapaian belajar, apakah seorang peserta didik gagal atau berhasil mencapai tingkat penguasaan kompetensi tertentu. Penilaian akhir program ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan apakah peserta didik telah mencapai kompetensi (tingkat penguasaan) minimal atau ketuntasan belajar seperti yang telah dirumuskan pada saat pembelajaran direncanakan.
Jika ada peserta didik yang lebih mudah dan cepat mencapai penguasaan kompetensi minimal yang ditetapkan, maka sekolah perlu memberikan perlakuan khusus berupa program pembelajaran pengayaan. Pembelajaran pengayaan merupakan pembelajaran tambahan dengan tujuan untuk memberikan kesempatan pembelajaran baru bagi peserta didik yang memiliki kelebihan sedemikain rupa sehingga mereka dapat mengoptimalkan perkembangan minat, bakat, dan kecakapannya. Pembelajaran pengayaan berupaya mengembangkan keterampilan berpikir, kreativitas, keterampilan memecahkan masalah, eksperimentasi, inovasi, penemuan, keterampilan seni, keterampilan gerak, dsb. Pembelajaran pengayaan memberikan pelayanan kepada peserta didik yang memiliki kecerdasan lebih dengan tantangan belajar yang lebih tinggi untuk membantu mereka mencapai kapasitas optimal dalam belajarnya.




LATAR BELAKANG DIAGNOSIS KESULITAN BELAJAR & PENGAJARAN PERBAIKAN/PENGAYAAN
(Dikaitkan dengan belajar tuntas, kurikulum, tujuan pendidikan, pengembangan siswa optimal & keuntungan serta akibat jika kegiatan tersebut tidak dilaksanakan)
Standar Nasional Pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, Peraturan Pemerintah nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menetapkan 8 standar yang harus dipenuhi dalam melaksanakan pendidikan. Kedelapan standar dimaksud meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.
Dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional tersebut, kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik setelah melaksanakan kegiatan pembelajaran ditetapkan dalam standar isi dan standar kompetensi lulusan. Standar isi (SI) memuat standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang harus dikuasai peserta didik dalam mempelajari mata pelajaran tertentu. Standar kompetensi lulusan (SKL) berisikan kompetensi yang harus dikuasai peserta didik pada setiap satuan pendidikan. Sementara berkenaan dengan materi yang harus dipelajari, disajikan dalam silabus dan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) yang dikembangkan oleh guru. Menurut pasal 6 PP. 19 Th. 2005, terdapat 5 kelompok mata pelajaran yang harus dipelajari peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus. Kelima kelompok mata pelajaran tersebut meliputi: agama dan akhlak mulia; kewarganegaraan dan kepribadian; ilmu pengetahuan dan teknologi; estetika; jasmani, olah raga, dan kesehatan.
Dalam rangka membantu peserta didik mencapai standar isi dan standar kompetensi lulusan, pelaksanaan atau proses pembelajaran perlu diusahakan agar interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan kesempatan yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Untuk mencapai tujuan dan prinsip-prinsip pembelajaran tersebut tidak jarang dijumpai adanya peserta didik yang memerlukan tantangan berlebih untuk mengoptimalkan perkembangan prakarsa, kreativitas, partisipasi, kemandirian, minat, bakat, keterampilan fisik, dsb. Untuk mengantisipasi potensi lebih yang dimiliki peserta didik tersebut, setiap satuan pendidikan perlu menyelenggarakan program pembelajaran pengayaan.
Dalam kegiatan pembelajaran tidak jarang dijumpai adanya peserta didik yang lebih cepat dalam mencapai standar kompetensi, kompetensi dasar dan penguasaan materi pelajaran yang telah ditentukan. Peserta didik kelompok ini tidak mengalami kesulitan dalam memahami materi pembelajaran maupun mengerjakan tugas-tugas atau latihan dan menyelesaikan soal-soal ulangan sebagai indikator penguasaan kompetensi. Peserta didik yang telah mencapai kompetensi lebih cepat dari peserta didik lain dapat mengembangkan dan memperdalam kecakapannya secara optimal melalui pembelajaran pengayaan. Untuk keperluan pemberian pembelajaran pengayaan perlu dipilih strategi dan langkah-langkah yang tepat setelah terlebih dahulu dilakukanidentifikasi terhadap potensi lebih yang dimiliki peserta didik.
Sehubungan dengan hal-hal tersebut, sekolah perlu menyusun rencana sistematis pemberian pembelajaran pengayaan untuk membantu perkembangan potensi peserta didik secara optimal.
KEDUDUKAN DIAGNOSIS KESULITAN BELAJAR & PENGAJARAN PERBAIKAN/PENGAYAAN DALAM PBM

Sistem penilaian berbasis kompetensi yang direncanakan dalam kurikulum KTSP adalah sistem penilaian yang bekelanjutan dan sistem penilaian akhir (Dirjen Dikdasmen dalam Sukmara, 2007:174). Dalam sistem berkelanjutan, seluruh indikator dibuat soalnya, kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar yang telah dikuasai dan yang belum dikuasai, serta kesulitan-kesulitan yang dialami siswa. Hasil analisis ujian digunakan untuk menentukan tindakan perbaikan berupa program remedial. Apabila sebagian besar siswa belum menguasai suatu kompetensi dasar, maka dilakukan lagi proses pembelajaran, sedang yang telah menguasai kompetensi dasar tertentu diberi tugas untuk pengayaan.
Menurut Sukmara (2007 : 175) sistem penilaian berkelanjutan, dicirikan dengan adanya tindak lanjut dari hasil pengujian, yakni :
a.       Remedial, diperuntukan siswa yang belum mencapai batas ketuntasan minimal
b.      Pengayaan, untuk siswa yang telah mencapai ketuntasan minimal.
c.       Percepatan, yakni bagi siswa yang telah mencapai ketuntasan maksimum.

Demikian juga, evaluasi sebagai salah satu komponen proses kegiatan belajar mengajar dalam kurikulum merupakan umpan balik dalam kegiatan belajar mengajar, salah satu fungsi evaluasi dipergunakan untuk pelaksanaan program pengajaran remedial bila tujuan program pengajaran tidak tercapai.
Dengan melihat uraian di atas maka pengajaran remedial atau remedial teaching memegang peranan, khususnya dalam rangka mencapai hasil belajar yang optimal. Pengajaran remedial merupakan pelengkap dari proses pengajaran secara keseluruhan dan merupakan bagian program yang tak terpisahkan dari program pembelajaran. Oleh karena itu, menurut Ahmadi & Supriyono (2004:150), pengajaran remedial perlu dikuasai setidak-tidaknya dikenal oleh guru mata pelajaran maupun guru BK di setiap satuan pendidikan.




Nilai-Nilai Pancasila

 

·         Standar Kompetensi :
Menampilkan Perilaku yang sesuai dengan Nilai-nilai Pancasila
·         Kompetensi Dasar :
Menjelaskan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara
·         Indikator :
o Menjelaskan pentingnya ideologi bagi suatu bangsa dan negara
o Menguraikan proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara
o Menunjukkan sikap setia pada Pancasila

A. Makna Pancasila sebagai Dasar Negara

Adapun makna Pancasila sebagai dasar negara sebagai berikut:
1. Sebagai dasar negara atau pedoman untuk menata negara merdeka Indonesia. Artinya negara melanjutkan aktif dari pada sekedar bernegara.        
2. Sebagai dasar untuk aktivitas negara. Diartikan bahwa aktivitas dan pembangunan yang dilaksanakan negara berdasarkan peraturan perundangan yang merupakan yang merupakan penjabaran dari dan sesuai dengan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945.
            Bangsa Indonesia, dasar negara yang dianut adalah Pancasila. Pancasila sebagai dasar negara berkedudukan sebagai norma tertinggi dalam negara, serta sebagai sumber hukum dalam kehiudupan ketatanegaraan di Indonesia. Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia digunakan sebagai dasar untuk mengatur kehidupan bernegara Indonesia. Hal ini berati bahwa segala sesuatu mengenai tata kehidupan bernegara harus didasarkan pada Pancasila.
            Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum, maka seluruh kehidupan ketatanegaraan negara Republik Indonesia harus didasarkan pada Pancasila.

B. Makna Pancasila sebagai ideologi negara   

            Isitilah ideologi terbentuk dari kata idea dan logos. Idea berasal dari kata Yunani ideos yang berarti bentuk atau idein yang berarti melihat. Kata idea berarti gagasan, ide cita-cita atau konsep. Sedangkan logos berarti ilmu. Jadi secara harfiah ideologi berarti ilmu pengetahuan tentang ide-ide (the science of ide). Sedangkan seraca luas, ideologi adalah seperangkat prinsip-prinsip yang dijadikan dasar untuk memberikan arah dan tujuan yang ingin dicapai dalam melangsungkan dan mengembangkan kehidupan nasional suatu bangsa dan negara.
Dalam kehidupan suatu bangsa adanya ideologi sangat diperlukan. Sebab dengan ideologi suatu bangsa akan memperoleh manfaat sebagai berikut: 
a. Segala persoalan-persoalan yang ada akan mampu dihadapi, dan dapat menentukan arah serta cara bagaimana bangsa itu memecahkan persolan-persoalan yang dihadapi, sehingga tidak terombang-ambing dalam menghadapi persoalan-persoalan besar baik yang berasal dari dalam masyarakat sendiri, maupun dari luar.
b. Digunakan sebagai pegangan dan pedoman bagaimana ia memecahkan masalah-masalah politik, ekonomi, sosial, dan budaya.           
c. Dijadikan pedoman bagaimana bangsa itu membangun dirinya.       

C. Proses Perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara          

1. Pancasila digali dari nilai-nilai budaya bangsa Indonesia      
Bukti bahwa nilai-nilai Pancasila sudah dihayati oleh bangsa Indonesia sejak dulu kala antara lain:
a. Adanya kehidupan bergotong-royong diberbagai daerah yang merupakan ciri khas
b. Masyarakat Indonesia untuk saling menolong demi kepentingan bersama.
c. Adanya kebiasaan musyawarah sebagai satu cara untuk menyelesaikan masalah. Hal tersebut tercatat dalam buku Negara Kartagama karya Empu Prapanca.
d. Paham Bhineka Tunggal Ika (dari buku Sutasoma tulisan Empu Tantular) yang artinya meskipun berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Pengertian ini kemudian diterjemahkan dalam perastuan Indonesia.    
e. Sejak dulu leluhur kita mengenal adanya penguasa alam semesta yang akhirnya berkembang menjadi kepercayaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.           
2. Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)        
BPUPKI mengadakan sidang paripurna dua kali. Sidang paripurna pertama berlangsung pada tanggal 29 Mei sampai 1 Juni 1945. Dalam sidang ini dibahas rancangan dasar negara republik Indonesia. Sidang paripurna kedua berlangsung pada tanggal 10 sampai 17 Juli 1945. Sidang paripurna kedua ini membahas konsep rancangan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia.
3. Sidang I Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia.         
Berlangsung dari tanggal 29 Mei s/d 1 Juni 1945 di ketuai oleh Dr. Radjiman Widyodiningrat.
Tanggal 29 Mei 1945, Mr. Muhammad Yamin mengajukan konsep dasar negara Indonesia merdeka sebagai berikut:           
a. Peri Kebangsaan     
b. Peri Kemanusiaan   
c. Peri Ketuhanan       
d. Peri Kerakyatan       
e. Kesejahteraan rakyat           
            Sebagai kelengkapanya maka disampaikan secara tertulis oleh Mr. Muhammad Yamin tentang suatu rancangan UUD negara Indonesia merdeka yang didalamnya memuat dasar negara Indonesia, diantaranya:       
1. Ketuhanan Yang Maha Esa 
2. Kebangsaan, persatuan Indonesia  
3. Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab   
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia       
Tanggal 31 Mei 1945 Mr. Supomo menyebutkan bahwa dasar negara Indonesia harus berdasarkan ciri-ciri dan prinsip-prinsip berikut ini:       
“Negara hendaknya tidak menyatu dengan bagian yang terbesar dari rakyat, juga tidak dengan kelompok ekonomi terkuat, melainkan harus mengatasi semua golongan dan kelompok dari semua Individu. Untuk menyatu dengan seluruh lapisan dari rakyat secara menyeluruh atau secara integral. Ini disebut paham integralistik. Negara Indonesia harus menjadi sebuah negara nasional, negara kesatuan, yang mencakup semua agama dengan watak dan ciri khasnya. Kalau kita mendirikan sebuah negara Islam di Indonesia, maka itu berarti bahwa kita tidak mendirikan negara yang menyatu dengan seluruh lapisan rakyat, melainkan sebuah negara yang menyatu dengan bagian yang terbesar dari rakyat Indonesia, ialah umat Islam di Indonesia.
Tanggal 1 Juni 1945, Ir. Sukarno menyampaikan pidatonya di depan sidang BPUPKI. Dalam pidatonya itu beliau menyampaikan kata-kata antara lain sebagai berikut.
“Kita hendak mendirikan suatu negara, semua buat semua, bukan buat satu orang, bukan buat satu golongan bangsawan, maupun golongan yang kaya”. Dalam kesempatan itu Ir. Sukarno mengusulkan dasar negara Indonesia merdeka adalah sebagai berikut:
a. Kebangsaan Indonesia        
b. Internasionalisme atau perikemanusiaan     
c. Mufakat atau demokrasi      
d. Kesejahteraan sosial           
e. Ketuhanan Yang Maha Esa.
            Atas saran dari seorang ahli bahasa, kelima asas tersebut diberinama Pancasila.
3. Piagam Jakarta, 22 juni 1945          
Adapun rumusan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia merdeka yang tercantum dalam piagam Jakarta itu sebagai berikut:           
a. Ketuhanan, dengan berkewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
b. Kemanusian yang adil dan beradab 
c. Persatuan Indonesia           
d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan
e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.        
4. Sidang II BPUPKI, 10 sampai 17 Juli 1945  
Dalam sidang ini, BPUPKI merumuskan rancangan tentang konsep batang tubuh Undang-undang Dasar Negara Indonesia merdeka.    
5. Pembentukan Pantia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)     
            Pada tanggal 17 Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan oleh Jepang sebagai gantinya dibentuk Pantia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang beranggotakan 21 orang, dengan Ir. Sukanto sebagai ketua dan Drs. Mohammad Hatta sebagai wakil ketua.
Jepang menyerah kalah kepada tentara Sekutu pada perang dunia II pada tanggal 14 Agustus 1945, sementara tentara Sekutu belum masuk menduduki Indonesia, terjadilah kekosongan kekuasaan ini dimanfaatkan oleh bangsa Indonesia lewat para pemimpinnya untuk memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia.  
6. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 dan Penetapan Konstitusi
Pada sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945 itu berhasil ditetapkan hal-hal sebagai berikut:
a. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 
b. Memilih Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden
c. Untuk sementara waktu pekerjaan Presiden sehari-hari dibantu oleh sebuah komite Nasional Indonesia Pusat.     
D. Sikap Setia Kepada Pancasila         
1. Menerima Pancasila sebagai dasar dan ideologi yang tepat untuk bangsa Indonesia
2. Bersedia mempelajari Pancasila dalam rangka meningkatkan pemahaman dan keyakinan kita terhadap dasar dan ideologi negara Indonesia tersebut     
3. Menolak ideologi lain yang akan menggantikan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara Indonesia
4. Besedia mempelajari ideologi lain tetapi dalam rangka memperkuat pemahaman dan keyakinan bangsa terhadap ideologi Pancasila       
5. Menerima masuknya nilai-nilai lain yang dapat memperkaya Pancasila sebagai ideologi terbuka.

            Kompetensi Dasar
           
1.2. Menguraikan nilai-nilai Pancasila sebagai Dasar negara dan ideologi negara
Indikator
• Menemukan nilai -nilai Pancasila dalam buku Negara Kertagama      
• Menunjukkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sosial budaya bangsa Indonesia
• Menguraikan nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila
 Pancasila sebagai suatu sistem filsafah pada hakekatnya merupakan suatu nilai sehingga merupakan sumber dari segala penjabaran norma.      
           
A. Pengertian nilai       
Nilai atau value berarti harga, guna. Nilai pada hakekatnya merupakan sesuatu yang berharga, berguna. Nilai dalam bidang filsafat menunjukan pada kata benda abstrak yang artinya keberhargaan dan kebaikan.          
Sifat-sifat nilai menurut Bambang Daroeso adalah:      
a. Nilai itu suatu realitas abstrak. Nilai itu (riel) dalam kehidupan manusia. Tetapi nilai itu
abstrak (tidak dapat diindera), yang dapat diamati hanyalah obyek yang bernilai itu.
Sebagai contoh orang itu memiliki kejujuran.   
b. Nilai memiliki sifat normatif artinya nilai mengandung harapan, cita-cita, suatu
keharusan, sehingga nilai memiliki sifat idea (das sollen). Dicontohkan disini nilai
keadilan, semua orang berharap mendapatkan dan berperilaku yang mencerminkan
nilai keadilan.  
c. Nilai berfungsi sebagai daya dorongan/motivator dan manusia adalah pendukung nilai.
Misalnya nilai ketakwaan adanya nilai ini menjadikan semua orang terdorong untuk
bisa mencapai derajat takwa.   
Notonagoro menyebutkan ada 3 macam nilai yaitu:     
a. Nilai materil, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia atau
kebutuhan ragawi manusia      
b. Nilai Vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan
kegiatan atau aktivitas 
c. Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai
kerohanian dapat dibedakan empat macam:    
1. Nilai kebenaran yang bersumber pada akal (rasio, budi, cipta) manusia
2. Nilai keindahan atau nilai estetis yang bersumber pada unsur perasaan (emotion) manusia
3. Nilai kebaikan atau nilai moral yang bersumber pada unsur kehendak (karsa, will) manusia
4. Nilai religius yang merupakan nilai kerohanian tertinggi dan mutlak. Nilai religius ini bersumber pada kepercayaan atau keyakinan manusia.     
2. Nilai yang terkandung dalam Pancasila        
Berdasarkan ketetapan MPR No. XVIII/MPR/1998 menyatakan bahwa Pancasila sebagai ideologi nasional yang berarti nilai-nilai yang terkandung didalamnya merupakan tujuan dan cita-cita nasional. Nilai-nilai Pancasila merupakan cita-cita bangsa yaitu kita mengingikan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur yang berdasarkan dan selaras dengan nilai-nilai Pancasila. Pancasila merupakan cita-cita luhur bangsa sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945.
Pancasila sebagai ideologi terbuka terkandung nilai-nilai sebagai berikut:
a. Nilai dasar, yaitu merupakan esensi dari sila-sila Pancasila yang bersifat universal,
sehingga dalam nilai dasar ini terkandung cita-cita, tujuan serta nilai-nilai benar. Nilai
ini tertuang dalam pembukaan UUD 1945, yaitu nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan,
nilai persatuan, nilai kerakyatan dan nilai keadilan.      
b. Nilai instrumental, merupakan eksploitasi penjabaran lebih lanjut dari nilai-nilai dasar
ideologi Pancasila. Misalnya dalam UUD 1945.           
c. Nilai praktis, yaitu merupakan nilai-nilai instrumental dalam realisasi pengalaman
dalam kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Nilai-nilai yang terkadung dalam sila Pancasila:
1. Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa      
Mengandung arti adanya pengakuan dan keyakinan bangsa terhadap adanya Tuahan sebagai pencipta semesta.
2. Nilai Kemanusia Yang Adil dan Beradab      
Mengandung arti kesadaran sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai moral dalam hidup bersama atas dasar tuntutan hati nurani dengan memperlakukan sesuatu hati sebagai mana mestinya.
3. Nilai Persatuan Indonesia    
Mengadung makna usaha keras bersatu dalam kebulatan rakyat untuk membina rasa nasionalisme dalam negara kesatuan Republik Indonesia. 
4. Nilai Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan
Mengandung makna suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat dengan cara musyawarah mufakat melalui lembaga-lembaga perwakilan.  
5. Nilai Keadilan Bagi seluruh Rakyat Indonesia          
Mengandung makna sebagai sekaligus tujuan yaitu tercapainyamasyrakat Indonesia yang adil dan makmur.  

Kompetensi Dasar

1.3. Menunjukkan sikap positif terhadap Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara
 Indikator
 Menjelaskan pentingnya sikap positif terhadap Pancasila
§
 Menunjukkan sikap positif terhadap Pancasila dalam kehidupan berbangsa
§
Menunjukan sikap positif artinya menunjukan perilaku yang baik dalam kehidupan. Beberapa bentuk sikap positif terhadap Pancasila antara lain sebagai berikut:
1. Menerima Pancasila sebagai dasar dan ideologi yang tepat untuk bangsa Indonesia
2. Bersedia mempelajari Pancasila dalam rangka meningkatkan pemahaman dan keyakinan kita terhadap dasar dan ideologi negara Indonesia tersebut     
3. Menolak ideologi lain yang akan menggantikan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara Indonesia
4. Bersedia mempelajari ideologi lain tetapi dalam rangka memperkuat pemahaman dan keyakinan bangsa terhadap ideologi Pancasila       
5. Menerima masuknya nilai-nilai lain yang dalam memperkaya Pancasila sebagai ideologi terbuka.
Berikut ini beberapa contoh berperilaku positif terhadap Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara Indonesia antara lain:     
1. Mempelajari dan mengkaji tentang Pancasila           
2. Menyebarluaskan dan memasyarakatkan Pancasila ke masyarakat melalui berbagai kegiatan seminar, debat, diskusi, permainan dan lain-lain           
3. Mentaati norma-norma yang berlaku di masyarakat Indoensia         
4. Menaati norma hukumu yang telah ditetapkan di Indonesia 
Kompetensi Dasar       
1.4. Menampilkan sikap positif terhadap Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat
Indikator
 Menampilkan sikap positif terhadap Pancasila dalam kehidupan politik
§
 Menampilkan sikap positif terhadap Pancasila dalam kehidupan ekonomi
§
 Menampilkan sikap positif terhadap Pancasila dalam kehidupan social.
§
11. Di Lingkungan Kelurga      
a. Mengembangkan perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan           
b. Suka memberikan pertolongan kepada orang lain   
c. Bersama-sama berusaha menjaga nama baik kelurga          
d. Membiasakan musyawarah mufakat
e. Taat dan patuh pada kedua orang tua         
2. Di Lingkungan Sekolah       
a. Taat dan patuh pada tata tertib sekolah       
b. Selalu menerapkan budaya musyawarah mufakat dan gotong royong dalam kehidupan sehari-hari
c. Selalu menghormati hak-hak orang lain       
d. Mampu menjauhi diri dan meluruskan kekeliruan dan kesalahan     
e. Selalu berbuat/bertindak sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku          
3. Di Lingkungan Masyarakat  
a. Menerapakan budaya musyawarah mufakat dan gotong royong      
b. Saling menghargai sesama  
c. Tidak melakukan perbuatan yang melanggar hukum           
d. Menghargai orang yang lebih tua    
e. Berfikir rasional dalam mengambil keputusan